Umum rasanya melihat bagaimana rilisan game di lima tahun terakhir adalah publisher memaksa para fans-nya untuk tetap bisa berlama-lama memainkan game yang dirilis dengan map super megah dengan beragam aktivitas monoton di dalamnya tanpa benar-benar memperdulikan satu dua aspek kunci yang sebenarnya bisa menghipnotis pemain untuk tetap memainkan game tersebut.
Blades of Fire adalah game dari MercurySteam dan 505 Games yang mencoba memberikan pengalaman game action yang menyenangkan, adiktif namun bukan melalui map super megah dan beragam aktivitas di dalamnya, melainkan dengan memberikan mekanisme combat kompleks dengan keragaman musuh dan crafting system intuitif dan menarik. Pada kesempatan kali ini ReArchivu telah diberikan kesempatan spesial oleh MercurySteam dan 505 Games untuk mereview game ini. Lantas bagaimana dengan pengalaman kami bermain, dan apa saja aspek menarik yang membuat Blades of Fire berkesan dari game action lainnya di pasaran ? simak jawabannya pada review Blades of Fire kali ini!
Table of Contents
Sinopsis – A Cliche Story

Blades of Fire bercerita tentang bagaimana dunia di game ini dikuasai oleh ras raksasa yang dikenal sebagai “The Forgers”. Pada saat dunia dipenuhi oleh para raksasa, mereka hidup dan memerintah dunia dengan berbagai hal menakjubkan dan penuh akan keagungan sampai pada akhirnya, sebuah perang yang begitu besar nan dahsyat meruntuhkan dan membinasakan para ras raksasa ini dari dunia.
DIhantui oleh ancaman akan pemusnahan di masa depan, “TheForgers” ini mengutus manusia untuk menerima kekuatan dan peninggalan mereka yang paling mutakhir, sebuah rahasia tentang “The Steel”. Tidak berselang lama setelah momen bersejarah tersebut, berbekal The Steel, manusia berhasil mendominasi dan naik ke hirarki paling tinggi dan berkuasa di dunia. Ribuan tahun telah berlalu sejak itu, dan kali ini Ratu Nerea merapalkan sihir yang membuat besi dari para musuhnya menjadi batu dan otomatis membalikkan peninggalan leluhur para raksasa yang diberikan kepada manusia dan makin langkanya The Ancient Forgers di masa ini.
Pada game Blades of Fire ini kita berperan sebagai Aran de Lira dengan kepercayaan dan tugas yang ia emban untuk mengalahkan sang Ratu Nerea. Aran tidak sendiri, di petualangannya ini ia ditemani oleh anak muda bernama Adso de Zelk yang berperan penting sebagai strategist dan menganalisa puzzle yang Aran tidak bisa selesaikan sendiri, begitupun dengan berbagai macam pengetahuan dari zaman kuno yang nantinya semakin dikupas dalam sesi permainan Blades of Fire.
World Building – When Natures Reign Back
game ini memang punya cerita dan premis yang klise, namun setidaknya MercurySteam bisa membawa saya tertarik dengan eksplorasi dengan level design dan map yang terlihat alami, hal ini ada pada suatu wilayah yang dulunya terjamah manusia namun masih dirangkul dengan banyaknya pepohonan, sungai dan beragam makhluk yang hidup di dalamnya meskipun, sayangnya Mercury Steam hanya membawa satu bioma. Selain map yang dan environment alami dan hijau, game ini juga mampu membawa penceritaan lewat bangunan atau reruntuhan bekas dari peradaban masa lalu yang membuat cerita dan latar belakang dunia di Blades of Fire menjadi lebih menarik, katakan seperti puzzle dengan ukiran bahasa kuno yang tiba-tiba membuka suatu pintu misterius, kemudian pemakaman besar dengan segel dari ukiran bahasa kuno yang secara pribadi saya sukai adalah di sebuah kastil yang ditinggalkan oleh para penghuni nya pun masih bisa bercerita lewat environment dan level design di sepanjang permainan.
Jika di atas yang saya sampaikan adalah informasi secara tersirat, maka kehadiran dari Adso disini adalah ibarat sebagai perpustakaan bagi Aran dan saya sebagai pemain bila ingin tahu lore atau cerita di balik tokoh A, tokoh B, tempat ini atau itu dan yang lainnya. Adso akan sedikit memberi penjelasan lewat tombol atas di controller atau ikon di GUI bagian kiri atas yang berbentuk kaca pembesar. Singkat, padat dan cukup sebagai snack bite lore di tengah eksplorasi, namun sayang juga mengapa MercurySteam tidak membebaskan Adso mengoceh kesana kemari jika ada objek yang bisa diceritakan, hal ini yang saya rasa juga kurang karena jika ada pada tengah-tengah pertarungan, saya sering lupa dengan kehadiran Adso yang tidak berguna selain hanya sebagai pembuka puzzle dan perpustakaan berjalan.
Eksplorasi & Gameplay – Super Linear Journey Ahead
MercurySteam cukup memberikan mekanisme yang kompleks dari segi combat dan crating dan tidak memberikan banyak pada sisi eksplorasi dan gameplay yang sangat linear, jadi dari poin A ke poin B berjalan dengan mulus tanpa adanya percabangan yang jauh maupun side quest yang tiba-tiba muncul di tengah perjalanan. Blades of Fire menghargai saya sebagai pemain dengan eksplorasi linear yang apa adanya dengan map yang tidak begitu besar namun akan ada tempat di pojokan ruangan atau lembah dengan reward yang sepadan berupa chest atau steel ornamen yang berguna sebagai bahan tambahan untuk crafting.
Desain map di game ini sederhana, namun ada satu hal yang membuat eksplorasi kurang menyenangkan saat masuk ke gua atau ruangan yang minim cahaya karena entah kenapa Mercury Steam tidak memberikan bantuan pencahayaan baik dari environment atau dari Aran maupun Adso, dan hal ini membuat eksplorasi di ruang gelap benar-benar menyebalkan saat ada musuh yang muncul disana.
Satu hal yang setidaknya membuat eksplorasi di Blades of FIre tidak terlalu berat karena ada anvil yang menjadi checkpoint yang berguna untuk beristirahat mengisi ulang potion, crafting senjata, repair dan travel atau teleport ke anvil lain yang sudah ditemukan. Hal ini berguna sekali apalagi saat saya tumbang yang otomatis senjata terakhir yang dipakai akan jatuh disana dan mengharuskan saya untuk kembali ke posisi tersebut, adanya anvil bisa memperpendek jarak traversal yang tidak jarang sedikit malas.
Combat – The Blades is You
Ini bukan game hack ‘n slash maupun soulslikes secara gamblang, namun Blades of Fire punya kedalaman dan teknikalitas combat yang unik. Susah memang meskipun pada bagian awal game saya dihadapkan pada tutorial scene yang sederhana, seperti satu senjata punya empat macam serangan dasar yang targetnya adalah kepala, badan, tangan dan kaki. Indikasi untuk senjata yang kompatibel dengan musuh adalah warna hijau yang menandakan bahwa senjata yang Aran bawa cocok dan lebih kuat dari armor musuh, kemudian kuning yang kurang cocok namun masih bisa menembus armor atau kulit musuh, dan terakhir adalah merah yang artinya senjata Aran sangat tidak cocok dengan musuh, saat memaksa menyerang maka serangan dari Aran akan terpantul dan membuka ruang bagi musuh untuk menyerang.


Indikator warna pada musuh (outline) hanya bisa terlihat saat mengunci target pada musuh namun sisi negatifnya, target yang terkunci membatasi gerak kamera dan memang sudah wajar, namun entah mengapa lama-kelamaan saya membenci sistem kamera yang bukannya membantu, malah menjadi penghambat terutama di saat ada satu musuh dengan power besar dengan para musuh lebih kecil namun dengan jumlah lebih banyak, alih-alih bermain taktis, sistem penguncian kamera ini malah membuat fokus pada musuh menjadi teralihkan.
Pada pertengahan game saya akhirnya menemukan sistem yang ideal untuk combat style saya yaitu mengunci target musuh dan melepaskannya untuk menghindar atau flanking, beruntungnya Blades of Fire memberikan keleluasaan pada sisi ini, jadi saya tidak harus selalu mengunci target pada musuh, melainkan bisa hanya dengan berlari kesana kemari sembari menyerang kemudian dodge maupun dodge rolling untuk menghindar dari kepungan musuh.
Ya meskipun dodge rolling ini terasa pelan dan slow motion, dan hanya berguna saat menghadapi satu dua musuh. Tapi, setidaknya mekanisme bertahan di game ini tidak hanya side step dan back step.
Blades of Fire bukan game yang mengizinkan pemainnya untuk menyerang dengan spam button, karena selain memperhatikan jenis musuh, juga setiap senjata punya yang namanya durability yang akan rusak jika terus digunakan, juga adanya stamina yang panjangnya mengikuti jenis senjata yang dipakai, misalkan twin dagger cenderung lebih ringan dan Aran bisa menggunakannya lebih sering dibandingkan heavy axe atau maul yang berat dan butuh stamina lebih besar pada setiap serangan. Hal ini juga cukup seimbang dengan damage output yang setiap senjata berikan, jadi saya dipaksa untuk mengatur antara stamina, damage, durability dan positioning sekaligus di setiap combat scenario di game ini.
Crafting System – Uniquely Interesting
Menyinggung banyak soal senjata dan durability di bagian combat, kali ini saya akan menulis satu dari menu utama di Blades of Fire yaitu Crafting system. Di game ini, senjata adalah yang utama dan secara tidak langsung personality dan nyawa dari Aran. Blades of Fire punya 7 kategori senjata yang bisa dibuat dan masing-masing kategori punya hingga 5 tipe.
Setiap senjata bisa dipilih bahannya mulai dari ujung, pangkal, guard hingga gagang senjata, semua bagian bahannya dipilih dengan beragam jenis metal yang didapat dari enemies drop, tiap rarity punya stats berbeda yang dibagi dalam attack, defense dan durability. Untuk sisi lainnya seperti pangkal maupun guards juga mempengaruhi bagaimana nantinya Aran menggunakan senjata tersebut, seberapa banyak penetration rate dan slashing rate ke armor musuh, kemudian distribusi berat dan momentum, belum lagi detail lainnya seperti block dan stamina usage untuk senjata yang akan dibuat.



Selanjutnya, tidak selesai dengan hanya memilih dan mencari bahan yang paling optimal, memahat senjata di Blades of Fire sendiri punya mekanisme yang menarik dengan Aran yang harus memahat bar sesuai dengan pattern yang tertera, semakin dekat bar yang dipahat, maka akan semakin baik kualitas senjata lewat indikasi bintang atau yang biasa kita sebut sebagai rarity. Setiap kategori senjata punya pattern sendiri yang cukup menghibur dan bisa menjadi pelepas penat saat saya stuck pada suatu bagian. Tidak lupa juga karena setiap senjata bisa mengalami kerusakan maka kita bisa memperbaikinya kembali dengan mengorbankan bintang serta bahan dasar pembuatan senjata tersebut meskipun tidak dibutuhkan 100% seperti saat membuatnya. Oleh karena itu ketika semua bintang sudah habis terpakai, maka senjata tersebut tidak bisa diperbaiki lagi melainkan hanya bisa di-recycle.
Kualitas Visual – In Between Fantasy

Worldbuilding di game ini memang menjadi salah satu hal yang menarik untuk diikuti, namun sayangnya meskipun dengan kualitas grafis tertingginya pun Blades of Fire kurang bisa memanjakan mata saya dari segi teknikalitas yang apa adanya. Perbedaan tekstur pada indoor dan outdoor cukup terasa, terutama pada kondisi cahaya yang cerah. Tekstur bebatuan dan tanah di game ini terkesan terlalu tajam yang seakan terlihat hanya sebuah tempelan daripada sebuah objek natural yang memang seharusnya ada di sana, ini berbeda dengan tekstur yang ada pada level indoor seperti tembok, meja, pilar yang bisa memberikan visual lebih enak dipandang mata, terlebih reaksinya pada visual effect yang dihasilkan oleh percikan pedang Aran maupun musuh.
Skema warna di game ini juga terlihat nanggung antara ingin memperlihatkan zaman middle ages eropa yang otentik, atau mencoba memberikan gambaran high fantasy yang hanya bisa terlihat pada setting alar liar di hutan yang cukup lebat ini juga sayangnya tidak didukung dengan elemen pendukung lain yang seharusnya bisa menaikkan tone gelap di game ini, mengingat game ini pun punya rating dewasa.
Port Quality (PC)
MercurySteam menggunakan proprietary engine milik mereka sendiri yang unggul dalam destuctible object tanpa adanya penurunan performance dan menjaga kualitas visual tetap konsisten, sejauh ini saya memainkan Blades of Fire minim kendala, baik saat berada di map yang luas dengan musuh yang bergantian menyerang atau saat berada di ruangan tertutup dengan banyaknya visual effect tidak memberikan penurunan performa yang berarti.
Secara spefikasi pun, Blades of Fire tidak terlalu meminta banyak dengan batas bawah CPU Intel generasi ke-3 atau AMD Ryzen 5 generasi pertama dengan komibinasi RAM 8GB dan GPU minimal GTX 960 4GB untuk resolusi 1080p di setting low. Untuk saya sendiri disini bermain di 720p untuk setting high dengan bantuan FSR yang bisa setidaknya mengunci di 50-60 fps. Rig yang saya gunakan gunakan adalah sebagai berikut:
- 16GB DDR4
- AMD Radeon 7840M
- Ryzen 7 7840U
Adanya FSR di game ini cukup membantu mendongkrak framerate, meskipun saat saya coba untuk melihat kualitas visual, tidak ada perbedaan yang cukup signifikan untuk kualitas visualnya.
Final Verdict

Blades of Fire merupakan game action yang meminjam elemen dari soulslike namun dengan adanya crafting system dan mekanisme combat yang dinamis membuat game ini unik, serta bisa dinikmati dan ketagihan dengan gameplay loop yang sederhana dan MercurySteam memberikan balancing yang adil baik dari segi eksplorasi dan combat, tidak adanya level dan skill tree untuk menjadi lebih unggul dari musuh, skill tree hanya sebagai pendukung dan sisanya adalah raw skill dari pemain dengan tiga pilihan tingkat kesulitan. Belum lagi penggunaan senjata disini pun harus melihat level atau tempat dipijak, karena senajta yang panjang akan memantul jika membentur tembok dan mengharuskan ganti ke senjata yang lebih pendek, sangat berbanding lurus dengan tidak konsistenya balancing antara level design dengan penempatan.
Tapi memang, bukan tidak ada celah meskipun combatnya menarik, namun target locking di game ini tidak terlalu baik, kemudian level design yang tidak konsisten di beberapa area yang akan sulit pemain bisa lihat karena terlalu lebatnya environment dan minim petunjuk secara visual membuat gameplay linear yang seharusnya tidak terlalu memusingkan, malah membuat pengalaman menjadi kurang.
Score
Good
- Worldbuilding menarik
- Gameplay linear dan straigforward
- Combat dinamis & menyenangkan
- Crafting System unik
Bad
- Story klise nan datar
- Level design inkosisten
- Visual apa adanya
- Pacing datar minim “element of surprise”
- Karakter pembantu tidak memorable

Fair
Blades of Fire berhasil membedakan dirinya dari game action lainnya dengan meminjam satu dua elemen soulslike dan menyempurnakannya dengan crafting system yang menarik dan adiktif, namun dengan adanya beragam musuh dan boss di game ini tetap belum bisa membuat dirinya sempurna dengan eksplorasi dan progress cerita linear yang kurang intuitif, terlebih pacing dan “wow” moment yang kurang dan membuat pemain terasa kurang bergairah untuk meneruskan cerita.
Game Details:
Item | Blades of Fire |
Played on | PC |
Developer | MercurySteam |
Publisher | 505 Games |
Platform | PS5, XBOX Series, PC (Epic Games Store) |
Harga | RP. 404.900 (PC) |